Berbagai kebudayaan yang ada di Indonesia, memiliki nilai dalam memperlakukan lingkungan tempat tinggalnya. Nilai ini yang menyebabkan perlakuan mereka terhadap alam selaras antara satu dengan yang lainnya. Keseimbangan antara manusia dengan alam sekitarnya tetap terpelihara dan saling mendukung.
Begitupun tentang bagaimana masyarakat memperlakukan sumber air. Mereka sangat meyakini bahwa lokasi sumber air sangat lah berharga, khususnya bagi kelangsungan hidup dan penghidupan keseharian. Nilai ini yang melatarbelakangi persepsi masyarakat terhadap sumber air, antara lain namun tidak terbatas (Siswadi, Taruna & Purnaweni (2011). Kearifan lokal dalam melestarikan mata air):
- Sumber air adalah karunia Tuhan yang memberikan penghidupan bagi lingkungan sekitar, dengan keyakinan bahwa semua adalah makhluk ciptaan Tuhan, dan ada karena kehendakNya.
- Lokasi dimana sumber air berada memiliki kekuatan ghaib (sakral/suci, atau bahkan terdapat penunggu dan angker), oleh karena itu, harus dihormati dan tidak boleh diganggu.
- Pada sumber air, seringkali dipercaya memiliki benda keramat yang jika diganggu akan mempengaruhi ketersediaan air bagi masyarakat. Aliran air yang terhenti akan berpengaruh pada kepentingan masyarakat tradisional, yang masih tergantung pada sistem pengairan alami.
Nilai yang dianut masyarakat tersebut menciptakan norma terhadap sumber-sumber air, misalnya dengan menjaga kebersihan lingkungan mata air, menjaga perilaku saat berada di sana, tidak merubah kondisi lingkungan supaya tetap apa adanya, dan rutin melakukan ritual sedekah/selamatan lengkap dengan sesaji pada waktu tertentu. Sanksi diyakini akan diterima oleh para pelanggar norma. Setidaknnya, sanksi oleh kekuatan ghaib yang ada di lingkungan tersebut, namun juga sanksi sosial dari masyarakat sekitar.
Namun, seiring dengan perkembangan masyarakat, tradisi ini mulai memudar. Hal ini terkait dengan pemanfaatan air yang berlebihan, serta perubahan ekosistem lingkungan di sekitar sumber air. Kondisi ini diperparah dengan pencemaran air sebagai dampak aktivitas yang dilakukan (Hidayati (2016). Memudarnya nilai kearifan lokal masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air). Padahal tradisi ini yang telah mempertahankan keharmonisan kehidupan dan penghidupan masyarakat terkait dengan kebutuhan air.
Pudarnya tradisi ini seringkali disebabkan beberapa faktor, antara lain:
- Berkurangnya solidaritas masyarakat
Berkurangnya solidaritas ini dapat dilihat dari keajegan kegiatan gotong-royong pada masyarakat. Sejauhmana masyarakat berkeinginan ikut berperan serta demi kepentingan bersama. Hal ini tidak terlepas dengan kewajiban bersama atas sumber daya alam. Apakah mereka tetap mau merawatnya bersama-sama demi kepentingan masyarakat banyak.
- Peningkatan eksploitasi air dan sumber daya alam lainnya
Peningkatan jumlah penduduk tentu berdampak pada peningkatan pemanfaatan sumber daya alam. Ditambah lagi kegiatan pembangunan dan modernisasi, telah merubah perilaku masyarakat terhadap alam. Penggunaan teknologi yang tidak tepat guna memperparah kerusakan pada lingkungan.
- Fokus pengelolaan air pada fungsi ekonomi
Pengelolaan air yang berfokus pada kepentingan ekonomi, akan menggerus kepentingan-kepentingan lainya, yaitu sosial dan ekologi. Ekspliotasi besar-besaran atas air akan menghilangkan nilai bahwa sumber daya air adalah kepentingan bersama bukan golongan tertentu apalagi individu. Diperparah lagi, kepentingan ekonomi dapat melupakan kepentingan ekologinya.
Tentu untuk mempertahankan penghargaan atas air, kita tidak harus kembali pada tradisi masyarakat yang sudah lampau. Namun dengan menempatkan air terkelola tidak hanya demi kepentiingan ekonomi, namun juga kepentingan sosial masyarakat dan ekologi air itu sendiri.
#HariAirDuniaXXIX2021
#MengelolaAirUntukNegeri
#SigapMembangunNegeri
Komentar
Posting Komentar